Susur jembatan gantung menuju Haratai
Dua hari seminar selesai, aku sudah packing semua barang-barang di dalam tas ranselku. Siap-siap menikmati perjalananan lembah pinggiran yang curam di daerah asli suku dayak dengan jarak 10 jam dari Banjarmasin. 10 jam berlalu, kami menapaki kawasan Loksado, dimana pemberhentian angkutan yang kami tumpangi tak mampu menyebrangi pendeknya jalan. Hanya setapak kaki orang yang mampu melewati lorong rimbah yang penuh dengan ganasnya lintah-lintah merah itu. Aku asli keturunan Jawa Arek (perpaduan kasar dan kalem), lebih gilanya ada teman Madura yang ikut gabung. Akhirnya tambah dag dig dug perasaanku. Masa-masa silam tentang peperangan suku Dayak dan Madura benar-benar membayangi tapakan langkahku. Dimana perang Sampit dikobarkan, dan pertikaian terjadi. Benar-benar menakutkan mengingatnya. Namun, tekad kuat untuk melihat keindahan alam Air Terjun Haratai, tempat dimana banyak Anggrek-anggrek hutan berkembang biak dengan mekar dengan indahnya, tak mampu mengurungkan niatanku. Walaupun aku harus benar-benar mengirit uang perjalananku.
Dari Loksado, kami berjalan setapak melewati lembah itu menuju Haratai. Berharap bisa selamat disana. Banyak anjing-anjing liar yang menakutkan tentunya. Tapi kami sudah siap-siap membawa batu-batu kecil untuk menakuti mereka. Salah seorang teman kami digigit serangga, entah apa nama serangga itu. Tapi 20 menit kemudian, kakinya bengkak seperti kaki gajah. Tiba-tiba datang orang yang tak dikenal, ternyata dia orang Dayak. Dan kagetnya kami, dia malah mengobati temanku. Ternyata ketakutanku tak terjawab. Mereka baik sekali. Dengan cekatan kami perban kakinya dan dioles dengan minyak hangat.
Tapi, kemudian perjalanan kami terhambat karena banyak yang lelah. Pukul dua pagi, kami memutuskan istirahat sejenak dan menikmati taburan sejuta bintang di langit malam itu. Sangat indah, bahkan aku pun berceloteh tentang rasi bintang yang tak pernah aku temukan di kota Surabaya. Pagi pun tiba, intipan matahari yang begitu menggairahkan untuk segera aku nikmati peluk hangatnya. Perjalanan kami lanjutkan setelah akmi sarapan mie rebus yang dimasak apa adanya.
Lembah dan jembatan penghubung sungai (kata penduduk sekitar, jembatan itu disanggah oleh tubuh, kepala dan tengkorak manusia) kami lalui dengan perasaan yang luar biasa kagumnya. Sangat eksotis dan alami. Hampir 5 jam kami menapaki kawasan itu. Kemudian, bau air segar dan tanah begitu kental di hidungku. Sampai salah satu teman berteriak ‘Haratai, Haratai, Haratai’ dan kami bergegas menuju air terjun itu. Benar-benar memukau dan hal pertama aku lakukan adalah mencicipi manisnya air terjun Haratai. Sangat manis dan segar. Tak lupa kami berenang dan menikmati pemandangan itu sampai sore. Akhirnya perjalanan jauh kami terbayar dengan kenikmatan alam yang mengagumkan. Niat dan tekat adalah kunci yang paling besar untuk mewujudkan impian kita. Entah sulit dan berat sekalipun. Perjalanan kami, dilanjutkan…
No comments:
Post a Comment